Rabu, 20 Maret 2013

Leukimia Limfoblastik Akut


LEUKIMIA
Leukimia adalah sebuah kelompok kelainan yang dikarakteristikan oleh akumulasi sel darah putih malignan pada sumsum tulang dan peredaran darah. Sel darah putih yang abnormal ini akan menyebabkan gejala-gejala karena (1) kegagalan sumsum tulang (misal anemia, netropenia, trombositopenia) dan (2) infiltrasi ke organ-organ (misal hati, limpa, kulit, otak, dll).

Leukimia dapat diklasifikasikan menjadi 4 klasifikasi utama yaitu leukimia akut dan leukimia kronik yang lebih lanjut masing-masing dibagi menjadi 2 subtipe lagi yaitu myeloid dan limfoid.

LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT
Leukimia jenis ini merupakan leukimia yang disebabkan akumulasi dari akumulasi limfoblas pada sumsum tulang dan salah satu keganasan paling umum pada masa kanak-kanak meskipun 20% kasus LLA ini terjadi pada dewasa. Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya berasal dari sel T. Jika tidak diobati maka leukimia ini bersifat fatal.

EPIDEMIOLOGI
Insidens leukimia limfoblastik akut adalah sekitar 1/60000 orang pertahun dengan 75% pasien berusia kurang dari 15 tahun. Kasus LLA mencakup 25% dari seluruh jenis kasus kanker yang mengenai anak-anak di bawah usia 15 tahun. Adapun insidens puncak terjadi pada usia 3-5 tahun. LLA sedikit lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan wanita. Saudara kandung dari pasien LLA memiliki risiko 4x lebih besar untuk terkena berkembang menjadi LLA dan kembar monozigot dari pasien LLA memiliki risiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

KLASIFIKASI
Terdapat klasifikasi morfologi untuk leukimia limfoblastik akut dari the FAB(French-American-British) yaitu :
§  L1 : Sel Blas berukuran kecil seragam dengan sitoplasma sedikit dan nukleoli yang tidak jelas
§  L2 : Sel Blas berukuran besar heterogen dengan nukleoli yang jelas dan rasio inti-sitoplasma yang rendah.
§  L3 : Sel Blas dengan sitoplasma basofilik dan bervakuola.

Pada umumnya tipe L1 lah yang sering ditemukan pada anak sedangkan kebanyakan LLA pada dewasa memiliki morfologi L2. Sekitar 95% dari seluruh tipe LLA kecuali sel B memiliki suatu ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT) suatu enzim nuklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan imunoglobulin..

ETIOLOGI
Penyebab LLA pada orang dewasa sebagian besar masih belum diketahahui. Faktor keturunan dan sindroma predispoisisi genetik lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak. Beberapa faktor lingkungan dan kondisi yang berhubungan dengan LLA adalah : (1)radiasi ionik, (2)paparan terhadap kadar benzene tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan kromosom, dan leukimia, (3)merokok, (4)obat kemoterapi, (5)infeksi virus Epsrein Barr berhubungan dengan LLA, dan (6)pasien dengan sindroma Down atau Wiskott-Aldrich.

PATOGENESIS MOLEKULER
Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan pada LLA dewasa adalah t(9;22)/ BCR-ABL (30%) dan t(4;11)/ ALL1-AF4 (6%). Kedua kelainan sitogenetik ini berhubungan dengan prognosis yang buruk. Fusi gen BCR-ABL ini merupakan hasil translokasi kromosom 9 dan 22 yang dapat dideteksi dengan rt-PCR.
Pada anak-anak kelainan yang sering ditemukan adalah t(12;21)/ TEL-AML1 (30%) yang memiliki prognosis yang cukup baik.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis pasien LLA sangat bervariasi dimana pada umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstrameduler oleh sel leukimia. Gejala-gejala yang dapat ditemukan :
v  Anemia
v  Anoreksia
v  Nyeri tulang
v  Demam
v  Infeksi mulut
v  Perdarahan kulit (petechiae)
v  Hepatomegali
v  Splenomegali

DIAGNOSIS
Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis LLA adalah :
Ø  Anamnesis
Ø  Pemeriksaan Fisik
Ø  Pemeriksaan Laboratorium
Hitung darah lengkap, apus darah tepi, pemeriksaan koagulasi, kimia darah, dll.
Ø  Foto Toraks
Ø  Pungsi Lumbal
Ø  Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang


TATALAKSANA
Terapi untuk LLA terdiri dari kontrol sumsum tulang dan penyakit sistemiknya juga pencegahan dan terapi untuk SSP. Lama rata-rata terapi LLA berkisar 1,5-3 tahun dengan tujuan untuk mengeradikasi populasi sel leukimia. Terapi LLA dibagi menjadi:
Induksi remisi
Intensifikasi atau konsolidasi 
Profilaksis SSP
Pemeliharaan jangka panjang

Terapi Induksi Remisi
Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai remisi komplit hematologik yaitu eradikasi sel leukimia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sumsum tulang serta kembalinya hematopoiesis normal. Terapi ini biasanya terdiri dari prednison, vinkristin, dan antrasiklin. Tambahan obat lainnya bisa siklofosfamid, sitarabin, dan merkaptopurin.
Terapi prednison dan vinkristin menghasilkan remisi komplit sekitar 50% pasien LLA de novo. Penambahan antrasiklin memperbaiki remisi komplit menjadi 70-85%.

Terapi Intensifikasi
Setelah tercapai remisi komplit, dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan mengeliminasi sel leukimia residual untuk mencegah relaps dan timbulnya sel resisten obat. Terapi ini dilakukan juga pada 6 bulan kemudian. Studi dari Cancer and Leukemia Group B menunjukkan durasi remisi dan kelangsungan hidup lebih baik pada pasien LLA yang mencapai remisi dan mendapat 2x terapi intensifikasi daripada pasien yang tidak mendapat terapi intensifikasi. Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan tergantung protokol yang digunakan.

Profilaksis SSP
Profilaksis SSP sangat penting dalam terapi LLA karena sekitar 50-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relapps pada SSP. Profilaksis SSP terdiri dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi kranial, dan pemberian obat yang memiliki bioavaibilitas SSP tinggi seperti metotreksat dan sitarabin dosis tinggi.

Pemeliharaan Jangka Panjang
Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin setiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun. Pada LLA anak terapi ini memperpanjang disease free survival namun pada LLA dewasa angka relaps tetap tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

1.  Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE. Essential hematology 5th ed. Massachussets: Blackwell Publishing. 2006.
2.   Sudoyo AW, et all. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
3.   Kumar et al. Robbins and Cotran : Pathologic Basis of Disease 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar