Definisi
Kehamilan
risiko tinggi merupakan kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar terhadap ibu atau janin selama kehamilan,
persalinan, maupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas
normal.
Klasifikasi
Dalam menentukan kehamilan risiko tinggi dapat digunakan penilaian
terhadap wanita hamil untuk menentukan apakah wanita tersebut memiliki keadaan
atau ciri faktor risiko yang menyebabkan ibu maupun janin lebih rentan terhadap
penyakit atau kematian. Terdapat 2 cara yang bisa digunakan yaitu cara skoring
(skrining/deteksi ibu risiko tinggi) dan cara kriteria
Cara Skoring
Kelompok Faktor Risiko I : Ada Potensi
Gawat Obstetrik/APGO
1. Terlalu muda hamil (< 16
tahun)
2. a. Terlalu
lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun
b.
Terlalu
tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3.
Terlalu
cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4.
Terlalu
lama hamil lagi (> 10 tahun)
5.
Terlalu
banyak anak (> 4 anak)
6.
Terlalu
tua (umur > 35 tahun)
7.
Terlalu
pendek (< 145 cm)
8.
Pernah
gagal hamil (riwayat obstetrik jelek)
9.
Pernah
melahirkan dengan :
a. Tarikan
tang/vakum
b. Uri
dirogoh
c. Diberi
infus atau transfusi
10. Pernah operasi sesar
Masing-masing memiliki skor 4
Kelompok Faktor Risiko II : Ada Gawat
Obstetrik/AGO
1.
Penyakit pada ibu hamil
a. Kurang darah
b. Malaria
c. TBC paru
d. Penyakit jantung
e. Kencing manis (diabetes)
f. Penyakit menular seksual
2. Keracunan kehamilan preeklampsia,
yaitu bengkak pada muka dan tungkai, tekanan darah tinggi, albumin terdapat
dalam air seni.
3. Hamil kembar (perut ibu sangat
membesar, gerakan anak terasa di banyak tempat)
4. Hidramnion atau kembar air (perut
ibu sangat membesar, gerakan dari anak tidak begitu terasa)
5. Janin mati dalam kandungan
6. Kehamilan lebih bulan
7. Letak sungsang dan letak lintang
Masing-masing memiliki skor 4,
kecuali letak sungsang dan letak lintang dengan skor 8
Kelompok Faktor Risiko III à Ada Gawat Darurat Obstetrik/AGDO
1.
Perdarahan
antepartum
2.
Preeklampsia
berat atau eklampsia
Masing-masing memiliki skor 8
Skrining dilakukan pada triwulan I, II, III.1 dan III.2
Persalinan dengan Risiko
|
|||||
Jumlah Skor
|
Kelompok Risiko
|
Perawatan
|
Rujukan
|
Tempat
|
Penolong
|
2
|
KRR
|
Bidan
|
Tidak dirujuk
|
Rumah Polindes
|
Bidan
|
6-10
|
KRT
|
Bidan dokter
|
Bidan PKM
|
Bidan dokter
|
Bidan dokter
|
> 12
|
KRST
|
Dokter
|
Rumah sakit
|
Rumah sakit
|
Dokter
|
Cara Kriteria
Ada berbagai kriteria,
tetapi dengan tujuan sama, yaitu mencoba mengelompokkan kasus-kasus kehamilan
risiko tinggi. Salah satunya adalah kriteria yang ditetapkan oleh Poedji Rochayati, dkk.
Menurut Poedji Rochjati, dkk, kehamilan risiko tinggi meliputi :
1.
Terlalu
muda hamil (< 16 tahun)
Anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih
rentan terhadap terjadinya pre-eklampsia (suatu keadaan yang
ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan penimbunan
cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga
lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
2.
a. Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin >
4 tahun
b.
Terlalu
tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3.
Terlalu
cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4.
Terlalu
lama hamil lagi (> 10 tahun)
5.
Terlalu banyak anak (> 4
anak)
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan
sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami:
·
Kontraksi
yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah).
·
Perdarahan
setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah).
·
Persalinan
yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang
berat.
·
Plasenta
previa (plasenta letak rendah).
6.
Terlalu
tua (umur > 35 tahun)
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih
rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim
serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko
memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindrom Down) semakin
meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa dilakukan
pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai kromosom janin.
7. Terlalu pendek (< 145
cm)
Seorang wanita yang memiliki tinggi badan
kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Selain itu,
wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami
persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.
8. Pernah gagal hamil atau riwayat
obstetrik jelek
Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut
mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki resiko sebesar 35% unuk
mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih mungkin terjadi pada wanita yang
pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia kehamilan 4-8 minggu atau
pernah melahirkan bayi prematur.
Sebelum mencoba hamil lagi, sebaiknya seorang
wanita yang pernah mengalami keguguran menjalani pemeriksaan untuk :
- Kelainan kromosom
atau hormon
- Kelainan struktur rahim atau leher rahim
- Penyakit jaringan ikat (misalnya lupus)
- Reksi kekebalan pada janin (biasanya
ketidaksesuaian Rh).
Jika penyebab terjadinya keguguran diketahui, maka
dilakukan tindakan pengobatan.
Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita
(misalnya rahim ganda atau leher rahim yang lemah) bisa meningkatkan resiko
terjadinya keguguran. Untuk mengetahui adanya kelainan struktur, bisa dilakukan
pembedahan diagnostik, USG atau rontgen.
Fibroid (tumor jinak) di dalam rahim bisa
meningkatkan resiko terjadinya :
·
Kelahiran
prematur
·
Gangguan
selama persalinan
·
Kelainan
letak janin
·
Kelainan
letak plasenta
·
Keguguran
berulang
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur,
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan
berikutnya.
Persalinan prematur lebih
mungkin terjadi pada keadaan berikut :
·
Ibu
memiliki kelainan struktur pada rahim atau leher rahim
·
Perdarahan
·
Stress
fisik atau mental
·
Kehamilan
ganda
·
Ibu
pernah menjalani pembedahan rahim
Persalinan prematur seringkali terjadi jika :
·
Bayi berada
dalam posisi sungsang
·
Plasenta
terlepas dari rahim sebelum waktunya
·
Ibu
menderita tekanan darah tinggi
·
Air
ketuban terlalu banyak
·
Ibu
menderita pneumonia, infeksi ginjal atau apendisitis.
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
dengan berat badan kurang dari 1,5 kg, memiliki resiko sebesar 50% untuk
melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang
menderita penyakit hemolitik, maka bayi berikutnya memiliki resiko menderita
penyakit yang sama.
Penyakit ini terjadi jika darah ibu memiliki
Rh-negatif, darah janin memiliki Rh-positif dan ibu membentuk antibodi untuk
menyerang darah janin; antibodi ini menyebabkan kerusakan pada sel darah merah
janin.
Pada kasus seperti ini, dilakukan pemeriksaan
darah pada ibu dan ayah. Jika ayah memiliki 2 gen untuk Rh-positif, maka semua
anaknya akan memiliki Rh-positif; jika ayah hanya memiliki 1 gen untuk
Rh-positif, maka peluang anak-anaknya untuk memiliki Rh-positif adalah sebesar
50%.
Biasanya pada kehamilan pertama, perbedaan Rh antara ibu dengan bayinya tidak menimbulkan masalah, tetapi kontak antara darah ibu dan bayi pada persalinan menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi. Akibatnya, resiko penyakit hemolitik akan ditemukan pada kehamilan berikutnya.
Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, biasanya pada ibu yang memiliki Rh-negatif diberikan immunoglobulin Rh-nol-D, yang akan menghancurkan antibodi Rh. Karena itu, penyakit hemolitik pada bayi jarang terjadi.
Biasanya pada kehamilan pertama, perbedaan Rh antara ibu dengan bayinya tidak menimbulkan masalah, tetapi kontak antara darah ibu dan bayi pada persalinan menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi. Akibatnya, resiko penyakit hemolitik akan ditemukan pada kehamilan berikutnya.
Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, biasanya pada ibu yang memiliki Rh-negatif diberikan immunoglobulin Rh-nol-D, yang akan menghancurkan antibodi Rh. Karena itu, penyakit hemolitik pada bayi jarang terjadi.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan
kelainan genetik atau cacat bawaan, biasanya sebelum merencanakan kehamilan
berikutnya, dilakukan analisa genetik pada bayi dan kedua orangtuanya.
9.
Pernah
melahirkan dengan :
a.
Tarikan
tang/vakum
b.
Uri
dirogoh
c.
Diberi
infus atau transfusi
10.
Pernah
operasi sesar
Kekurangan
Sectio Caesaria potongan korporal untuk persalinan selanjutnya adalah 4 kali
lebih besar bahaya terjadinya ruptur uteri spontan. Beberapa penelitian juga
telah menunjukkan bahwa makin pendek durasi antara persalinan Caesaria dan
persalinan berikutnya, makin tinggi angka ruptur uteri. Odd rasio yang terukur
berkisar dari 2,5–3 tahun untuk peningkatan ruptura uteri pada wanita dengan
selang antar kehamilan lebih pendek. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan
yang sangat sering menghalangi dokter untuk mengizinkan persalinan pervaginam
pada wanita dengan riwayat SC adalah kekhawatiran akan terjadinya ruptur uteri
atau kerapuhan uterus
11. Penyakit pada ibu hamil
a. Kurang darah
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan
dan nifas adalah dapat terjadi :
·
Keguguran
·
Partus
prematurus
·
Inersia
uteri dan partus lama, ibu lemah
·
Atonia
uteri dan menyebabkan pendarahan
·
Syok
·
Afibrinogenemia
dan hipofibrinogenemia
·
Infeksi
intrapartum dan dalam nifas
·
Bila
terjadi anemia gravis (Hb di bawah 4 gr %) terjadi payah jantung, yang bukan
saja menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan bisa fatal.
Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi :
·
Kematian
mudigah (keguguran)
·
Kematian
janin dalam kandungan
·
Kematian
janin waktu lahir (stillbirth)
·
Kematian
perinatal tinggi
·
Prematuritas
·
Dapat
terjadi cacat bawaan
·
Cadangan
besi kurang
b. Malaria
Pengaruh malaria terhadap kehamilan, persalinan,
dan nifas :
·
Abortus
dan partus prematurus
·
Kematian
janin dalam rahim
·
Dismaturitas
·
Kematian
neonatal yang tinggi
·
Anemia
dalam kehamilan dan nifas
· Dalam
persalinan, ibu menjadi lemah, karena itu dapat terjadi atonia uteri/inertia
uteri sehingga persalinan akan berlangsung lama
· Bila
ibu terlalu lemah, persalinan kala II dapat ditolong dengan ekstraksi vakum
atau forseps
· Berhati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan, karena akan
berakibat buruk pada ibu
c. TBC paru
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak
mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas, kecuali penyakitnya tidak
terkontrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun
kehamilan menyebabkan sedikit perubahan padfa sistem pernapasan, karena uterus
yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara
dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih
parah. Penyakit paru-paru, yang dalam keadaan aktif, akan menimbulkan masalah
bagi ibu, bayi, dan orang-orang sekelilingnya, jadi, sebenarnya adalah masalah
sosial. Pengaruh TBC paru-paru terhadap kehamilan dan sebaliknya sedikit banyak
ada.
d. Penyakit jantung
Kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung
bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis). Pengaruh penyakit
jantung terhadap kehamilan adalah dapat terjadi abortus, prematuritas (lahir
tidak cukup bulan), dismaturitas (lahir cukup bulan namun dengan berat badan
lahir rendah), lahir dengan Apgar rendah atau lahir mati, serta kematian janin
dalam rahim (KJDR).
e. Kencing manis (diabetes)
Pengaruh kehamilan, persalinan, dan nifas pada
diabetes adalah :
·
Kehamilan
dapat menyebabkan status prediabetik menjadi manifes (diabetik)
·
Diabetes
akan menjadi lebih berat oleh kehamilan
·
Pada
persalinan yang memerlukan tenaga ibu dan kerja rahim akan memerlukan glukosa
banyak, maka bisa terjadi hipoglikemia atau koma
·
Dalam
masa laktasi keperluan akan insulin akan bertambah
Pengaruh diabetes terhadap kehamilan :
·
Abortus
dan partus prematurus
·
Hidramnion
·
Pre-eklampsia
·
Kesalahan
letak janin
·
Insufisiensi
plasenta
Pengaruh diabetes terhadap persalinan :
·
Inersia
uteri dan atonia uteri
·
Distosia
karena janin (anak besar, bahu lebar)
·
Kelahiran
mati
·
Persalinan
lebih sering ditolong secara operatif
·
Angka
kejadian perdarahan dan infeksi tinggi
·
Morbiditas
dan mortalitas ibu tinggi
Pengaruh diabetes terhadap nifas :
·
Pendarahan
dan infeksi puerperal lebih tinggi
·
Luka-luka
jalan lahir lambat pulih/sembuh
Pengaruh diabetes terhadap janin atau bayi :
·
Sering
terjadi abortus
·
Kematian
janin dalam kandungan setelah 36 minggu
·
Dapat
terjadi cacat bawaan
·
Dismaturitas
·
Janin
besar (bayi kingkong/makrosomia)
·
Kematian
neonatal tinggi
·
Kemudian
hari dapat terjadi kelainan neurologik dan psikologik
Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada wanita
hamil ketika memasuki usia kehamilan 20-28 minggu.
f.
Penyakit
menular seksual
Pengaruh sifilis terhadap kehamilan :
·
Infeksi
pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, di mana Treponema telah dapat menembus barier plasenta
·
Akibatnya
: kelahiran mati dan partus prematurus
·
Bayi
lahir dengan lues kongenital : pemfigus sifilitus, deskuamasi telapak
tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi
·
Bila
ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues kongenital
Pengaruh gonorea terhadap kehamilan dan bayi :
·
Sering
dijumpai kemandulan anak satu (one child
sterility) pada penderita atau bekas penderita gonorea
·
Konjungtivitis
gonorea neonatorum (blenorea neonati)
Sekitar 75% bayi yang menderita AIDS, ibunya
adalah pemakai obat suntik atau pramuria. Bayi-bayi tersebut juga memiliki resiko
menderita penyakit menular seksual lainnya, hepatitis dan infeksi. Pertumbuhan
mereka di dalam rahim kemungkinan mengalami kemunduran dan mereka bisa lahir
prematur.
12.
Bengkak
pada muka atau tungkai dan tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi pada wanita hamil bisa
disebabkan oleh kehamilan atau keadaan lain. Tekanan darah tinggi di akhir
kehamilan bisa merupakan ancaman serius terhadap ibu dan bayinya dan harus
segera diobati.
13.
Hamil
kembar 2 atau lebih
Kehamilan lebih dari 1 janin juga bisa
menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya cacat bawaan dan kelainan pada
saat persalinan. Prognosa untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada
kehamilan tunggal, karena seringnya terjadi toksemia gravidarum, hidramnion,
anemia, pertolongan obstetri operatif, dan perdarahan postpartum. Angka
kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali pusat, solusio
plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin.
14.
Hamil
kembar air (hidramnion)
Air ketuban yang terlalu banyak akan
menyebabkan peregangan rahim dan menekan diafragma ibu. Hal ini bisa
menyebabkan gangguan pernafasan yang berat pada ibu atau terjadinya persalinan
prematur. Air ketuban yang terlalu banyak cenerung terjadi pada :
·
Ibu
yang menderita diabetes yang tidak terkontrol
·
Kehamilan
ganda
·
Inkompatibilitas
Rh
·
Bayi
dengan cacat bawaan (misalnya penyumbatan kerongkongan atau kelainan sistem
saraf).
Air ketuban yang terlalu sedikit ditemukan
pada :
· Bayi
yang memiliki cacat bawaan pada saluran kemih
· Bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan
· Bayi
yang meninggal di dalam kandungan.
15.
Bayi
mati dalam kandungan
Kematian di dalam kandungan atau kematian
bayi baru lahir bisa terjadi akibat :
- Kelainan kromosom pada bayi
- Diabetes
- Penyakit ginjal atau pembuluh darah menahun
- Tekanan darah tinggi
- Penyalahgunaan obat
- Penyakit jaringan ikat pada ibu (misalnya
lupus)
16.
Kehamilan
lebih bulan
Pada kehamilan yang terus berlanjut sampai lebih
dari 42 minggu, kemungkinan terjadinya kematian bayi adalah 3 kali lebih besar.
17.
Letak
sungsang
Bagi ibu, janin dengan letak sungsang dapat
menyebabkan robekan pada perineum lebih besar, juga karena dilakukan tindakan,
selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena
infeksi. Sedangkan bagi bayi sendiri, prognosa tidak begitu baik, karena adanya
gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut
lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita
asfiksia. Oleh karena itu, setelah pusat lahir dan supaya janin hidup, janin
harus dilahirkan dalam waktu 8 menit.
18.
Letak
lintang
Bagi ibu, janin dengan letak lintang dapat menjadi
bahaya yang mengancam yaitu terjadinya ruptur uteri, baik spontan, atau sewaktu
versi dan ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini dengan demikian mudah
dapat infeksi intrapartum. Sedangkan pada bayi, angka kematian cukup tinggi
(25-40%), yang dapat disebabkan oleh karena prolapsus funiculi, trauma partus,
hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus, dan ketuban pecah dini. Janin
dapat dilahirkan dengan cara pervaginam, yaitu dengan versi dan ektraksi, atau
embriotomi bila janin sudah meninggal, atau dengan perabdominan (seksio
sesarea).
Menurut Eastman dan Greenhill, bila ada panggul
sempit, seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang,
dengan anak hidup. Juga semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan seksio sesarea walaupun tidak ada panggul sempit.
19.
Perdarahan
dalam kehamilan
Penyebab
perdarahan paling sering pada trimester ketiga adalah :
·
Kelainan
letak plasenta
·
Pelepasan
plasenta sebelum waktunya
·
Penyakit
pada vagina atau leher rahim (misalnya infeksi).
Perdarahan pada trimester ketiga memiliki resiko
terjadinya kematian bayi, perdarahan hebat dan kematian ibu pada saat
persalinan. Untuk menentukan penyebab terjadinya perdarahan bisa dilakukan
pemeriksaan USG, pengamatan leher rahim dan Pap smear.
20.
Preeklamsia
berat atau kejang-kejang
Seorang wanita yang pernah mengalami pre-eklamsi
atau eklamsi, kemungkinan akan mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya,
terutama jika diluar kehamilan dia menderita tekanan darah tinggi menahun.
Pengelompokan risiko pada bayi karena
dampak persalinan
A.
Risiko
rendah
Semua bayi yang lahir
spontan belakang kepala dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
B.
Risiko
sedang
·
Apgar
< 6 pada menit pertama
·
Perlukaan
persalinan
·
Kelainan
perilaku bayi
·
Sianosis
·
Anemia
polisitemia
·
Ikterus
neonatorum dalam 24 jam
·
Cacat
bawaan
·
Bayi
terpengaruh obat ibu
·
BBLR
·
Makrosomia
C.
Risiko
tinggi
·
Apgar
< 6 pada menit pertama dan tetap sampai setengah jam
·
Apnea,
aspirasi air ketuban atau mekonium
·
Cacat
bawaan memerlukan tindakan segera
·
Kejang
·
Berat
badan lahir < 1500 gram
·
Kelainan
jantung bawaan
Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010. Hal 21-34, 157-64,278-88,667-75,677-81
2. DeCherney, MD, Alan H. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. Tenth Edition . United States of America. 2007. The McGraw-Hill Companies, Inc; hal 1-18.
3. Harms, M.D. Roger W, Mayo Clinic Guide To A Healthy Pregnancy, Harper Collins E-books. Hal 391-417.