Rabu, 09 Juli 2014

Stroke

Definisi
Stroke atau Cerebrovascular Accident didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah ke otak yang biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau terdapat bekuan darah yang menyumbat aliran darah ke otak. Sebagai akibatnya, sel-sel di otak akan kekurangan nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel di otak. Stroke merupakan sebuah medical emergency yang harus ditangani secepat mungkin karena dapat menyebabkan kerusakan neurologis yang permanen, komplikasi, dan kematian.

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu stroke ischemic dan stroke hemorrhagic.

Stroke ischemic disebabkan oleh penurunan aliran darah ke otak akibat adanya oklusi akut dari pembuluh darah intrakranial. Oklusi pada pembuluh darah dapat disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak, emboli dari pembuluh darah di luar otak yang tersangkut di arteri otak, dan hipoperfusi sistemik pada syok.

Stroke hemorrhagic disebabkan oleh ruptur atau pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi perdarahan yang menyebar ke jaringan otak dan menyebabkan kerusakan pada jaringan otak.

Selain kedua jenis stroke di atas, terdapat satu jenis stroke lagi yang disebut Transient Ischemic Attack (TIA) atau mini-stroke. TIA merupakan stroke jangka pendek yang terjadi kurang dari 24 jam. Setelah terjadi gangguan aliran darah ke otak atau serangan stroke, dengan cepat suplai oksigen dan aliran darah ke otak dapat kembali normal dan gejala yang terjadi hanya bersifat transien. Namun serangan TIA ini perlu diwaspadai karena pasien berpotensi mendapatkan serangan stroke kembali di masa mendatang.

Tanda dan Gejala
Stroke merupakan suatu keadaan yang terjadi tiba-tiba dan efek yang terjadi dapat berbeda-beda pada setiap orang tergantung pada bagian otak yang mengalami kerusakan dan tingkat keparahan dari kerusakannya karena setiap bagian otak mengontrol kemampuan yang berbeda seperti berbicara, memori, berjalan, dan menelan. Tanda dan gejala yang umum terjadi pada stroke adalah :
§  Terjadi numbness atau kelemahan yang pada wajah atau ekstremitas (khususnya pada salah satu sisi tubuh)
§  Terjadi kesulitan bicara atau bicara yang sulit dimengerti
§  Kehilangan koordinasi otot dan keseimbangan
§  Kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata
§  Sakit kepala yang hebat
Semua tanda dan gejala di atas terjadi pada onset yang tiba-tiba dan diperlukan respon yang cepat serta penanganan sedini mungkin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Pada stroke yang parah juga dapat terjadi kehilangan kesadaran dan kemungkinan kesembuhannya sangat rendah.

Untuk meningkatkan pengenalan dan respon terhadap stroke, maka terdapat sebuah sistem yang diadvokasikan oleh Department of Health (United Kingdom), The American Stroke Association, National Stroke Association, Los Angeles Prehospital Stroke Screen, dan Cincinnati Prehospital Stroke Scale yaitu sistem FAST (Face, Arms, Speech, Time). Pada sistem ini pasien, keluarga, maupun teman dapat mengenali gejala stroke dengan melihat 3 gejala yaitu adanya kelemahan pada wajah (Face), kelemahan pada ekstremitas (Arms), kesulitan bicara atau bicara yang tidak bisa dimengerti (Speech), dan ketika ketiga gejala ini terlihat segera hubungi ambulans secepatnya (Time).

Tatalaksana
Pasien yang mengalami stroke idealnya dirawat dalam unit stroke, sebuah bangsal atau unit dalam rumah sakit yang secara khusus ditujukan untuk menangani pasien stroke. Dalam unit ini para staf kesehatan dari berbagai multidisiplin sudah terlatih secara khusus dan memiliki pengalaman dalam pengobatan stroke. Dari pengalaman berbagai pusat kesehatan,disimpulkan bahwa perawatan stroke dalam suatu unit stroke secara bermakna menurunkan angka kematian dan disabilitas serta prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien yang dirawat oleh dokter ahli stroke di bangsal umum atau bagian lainnya di rumah sakit.

Dalam penatalaksanaan stroke, sangat penting bagi dokter untuk mendiagnosis etiologi dari stroke tersebut baik stroke ischemic maupun stroke hemorrhagic. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan CT-Scan untuk melihat adanya emboli atau perdarahan pada otak.

Untuk stroke ischemic, dapat dilakukan trombolisis dengan tPA, trombektomi menggunakan kateter, angioplasti, dan stenting tergantung pada etiologi stroke ischemic serta pemberian antikoagulan untuk mencegah rekurensi stroke. Sedangkan untuk stroke hemorrhagic, dapat dilakukan evaluasi perdarahan untuk mendeteksi sumber dan penyebab perdarahan kemudian dilakukan operasi untuk memperbaikinya.

Pada pasien yang telah mengalami disabilitas dapat dilakukan rehabilitasi yang harus dilakukan sedini mungkin setelah keadaan pasien stabil. Fisioterapi pasif diberikan pada saat pasien masih berada di ruang intensif dan dilanjutkan dengan fisioterapi aktif bila memungkinkan. Jika pasien mengalami gangguan bicara atau menelan, dapat diberikan terapi bicara. Setelah pasien dapat berjalan, terapi fisis dan okupasi dapat diberikan agar pasien dapat mandiri.

Daftar Pustaka
1.   Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harisson’s Principles of  Internal medicine 17th edition Volume I. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.
2.    Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2009.p.892-897.
3. Anonym. Symptoms and signs of stroke. October 2010. (diunduh tanggal 6 Desember 2011). Dari: http://www.nhs.uk/Conditions/Stroke/Pages/ Symptoms.aspx



Sabtu, 05 Juli 2014

Porphyria (Penyakit pada Drakula)

Porphyria merupakan penyakit metabolik akibat dari kelainan atau defisiensi dari enzim tertentu pada jalur biosintesis heme. Enzim-enzim ini paling banyak dan aktif berada pada sumsum tulang dan hati. Sebagai akibat dari defisiensi enzim tersebut, maka terdapat peningkatan dan akumulasi dari porphyrins atau prekursor-prekursornya. Akumulasi ini biasanya terjadi pada jaringan, kulit, dan ada juga yang diekskresikan dari urine dan feses. Penyakit ini dapat bermanifestasi secara neurologis atau manifestasi kulit atau keduanya.

Jalur Biosintesis Heme


Defisiensi dari enzim-enzim spesifik yang berperan dalam jalur biosintesis heme diasosiasikan dengan jenis porphyria yang spesifik pula. Misalnya defisiensi pada enzim ALAS2 (δ-Aminolevutimate synthase) merupakan X-linked protoporphyria. Munculnya manifestasi klinis dari setiap jenis porphyria juga dapat berbeda, ada yang timbul pada masa anak-anak, post-pubertas, maupun saat dewasa. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jenis-jenis porphyria beserta defisiensi dari enzim yang terjadi.


Porphyria dapat diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi yang mendasari yaitu porphyria hepatik dan porphyria eritropoetik. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan sumber produksi prekursor porphyrins yang berlebih yaitu dari hati (porphyria hepatik) atau dari sumsum tulang (porphyria eritropoetik). Selain itu juga terdapat klasifikasi berdasarkan gejala klinis yaitu porphyria akut dan porphyria kutan. Pada porphyria akut terjadi gejala neurologis yang diasosiasikan dengan peningkatan dari prekursor porphyrin ALA(δ-Aminolevulinic acid) dan PBG(Porphobilinogen) baik salah satu atau keduanya. Manifestasi neurologis yang umum terjadi adalah nyeri abdominal, gangguan motilitas usus (seperti diare atau konstipasi), dysesthesia, paralisis muskular, dan yang paling fatal gagal napas. Sedangkan pada porphyria kutan, terjadi fotosensitivitas yang diakibatkan transpor porphyrin dalam darah menuju kulit dari hati atau sumsum tulang. Pada kasus yang lebih jarang dapat terjadi dual porphyria yaitu defisiensi dari 2 jenis enzim dalam jalur biosintesis heme.

Mekanisme terjadinya fotosensitivitas pada pasien porphyria adalah terjadi penumpukan porphyrin di kulit. Porphyrin ini memiliki tingkat absorpsi gelombang (peak light absorption range) yang sama dengan panjang gelombang dari cahaya. Porphyrin yang telah menyerap/tereksitasi dengan cahaya ini menghasilkan radikal bebas dan ROS yang kemudiang mengakibatkan peroksidasi lipid dan crosslinking dengan membran protein, dalam hal ini eritrosit, yang berujung pada hemolisis.

Mekanisme gejala neurologis pada pasien porphyria masih belum diketahui dengan jelas. Hipotesis mengatakan bahwa prekursor-prekursor porphyrin yang menumpuk bersifat neurotoksik. Namun patofisiologi secara jelas belum dapat diketahui.

Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Stanton B, Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics 19th ed. Elsevier;2011.

Ketoasidosis Diabetikum

Ketoasidosis
Ketoasidosis merupakan mekanisme fisiologis sebagai kompensasi dari starvasi. Pada keadaan puasa, tubuh mengubah metabolisme yang menggunakan karbohidrat menjadi oksidasi lemak. Asam lemak bebas diproduksi oleh adiposit dan dibawa ke hati melalui ikatan dengan albumin. Asam lemak bebas ini akan dipecah menjadi asetat dan kemudian ketoasid (asetoasetat dan beta-hidroksibutirat). Ketoasid ini kemudian disalurkan ke jaringan perifer (termasuk otak dan otot) untuk terjadinya oksidasi. Pada kondisi ketosis ini, diproduksi pula aseton yang menjadi aroma khas”fruity” pada pasien.
Pasien diabetes mellitus tipe 1 cenderung lebih mudah terkena ketoasidosis karena pasien dengan diabetes melitus tipe 1 secara absolut tidak dapat memproduksi insulin. Glukosa di sirkulasi tidak dapat digunakan untuk metabolisme tanpa adanya insulin sehingga jalur ketosis akan digunakan secara “maksimal”, dimana keton akan digunakan pada jaringan perifer dan terjadi ketosis.Selain itu, respon glukagon akan meningkatkan kadar glukosa darah sehingga terjadi diuresis osmotik.

Tatalaksana
Terdapat empat komponen dalam tata laksana ketoasidosis diabetikum, yaitu pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi, insulin, serta koreksi kalium dan bikarbonat.
Jam ke
Infus I
(NaCl 0,9%)
Infus II
(Insulin)
Koreksi K+
Koreksi HCO3
0-1
2 kolf, ½ jam
1 kolf, ½ jam


Pada jam ke-2
Bolus 180 mU/kgBB, dilanjutkan dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%

Bila GD <200 mg/dL, kecepatan dikurangi 45 mU/jam/kgBB

Bila GD stabil 200-300 mg/dL,
Selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 unit/jam, lakukan sliding scale biasa setiap 6 jam:
Glukosa darah        Insulin SK
<200                         -
200-250                    5 U
250-300                   10 U
300-350                   15 U
>350                        20 U
Setelah sliding tiap 6 jam, dapat dihitung kebutuhan insulin harian = 3xsehari sebelum makan


50 mEq/6 jam
(dalam infus)

Bila kadar K+
<3     è 75
3-4,5 è 50
4,5-6 è 25
>6    è 0












Bila sudah sadar, beri K+ oral selama 1 minggu
Bila pH
<7   è 100 mEq
7-7,1è 50 mEq
>7,2 è 0

1-2
2 kolf
2-3
1 kolf
3-4
1 kolf
4-5
½ kolf
Bila GD <200 mg/dL, ganti Dekstrose 5%
*Pemantauan:
- kadar glukosa darah tiap jam dengan glukometer
- elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan
- analisis gas darah: bila pH <7 saat masuk, periksa setiap 6 jam hingga pH >7,1, selanjutnya setiap hari hingga stabil
- tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan, volume urin setiap jam.
*Pengobatan umum:
- antibiotika yang adekuat
- oksigen bila PO2<80 mmHg
- heparin bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (380 mOsm/L).

Daftar Pustaka
1. Perkumpulan Endokrinologi Indinesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. 2011
2. Skema penatalaksanaan ketoasidosis diabetik. Dalam: Petunjuk praktis pengelolaan diabetes melitus tipe 2. Jakarta: Perkeni; 2008. 

Minggu, 08 Desember 2013

Hipertensi dan Penyakit Jantung Hipertensi

Hipertensi
Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah dalam kondisi normal 140/90 mmHg atau lebih.1 Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer pada beberapa literatur.2 Sedangkan hipertensi yang disebabkan oleh kelainan tertentu atau etiologinya telah diketahui disebut hipertensi sekunder.2

Klasifikasi

Berdasarkan JNC 7 (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa dibagi menjadi kelompok normal, pra-hipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.2,3

Selain klasifikasi dari JNC 7, terdapat banyak klasifikasi untuk hipertensi dari berbagai organisasi dan komunitas hipertensi lainnya seperti WHO (World Health Organization), ISH (International Society of Hypertension), ESH (European Society of Hypertension), dan lain-lain namun yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari JNC 7.2

Patogenesis
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu.2
Curah Jantung (Cardiac Output) dan Tahanan Perifer merupakan dua determinan dari tekanan arterial. Curah jantung ditentukan oleh Stroke Volume dan Heart Rate, dimana Stroke Volume dipengaruhi oleh kontraktilitas miokard, venous return ke jantung (preload), dan tahanan ventrikel kiri untuk memompa darah menuju aorta (afterload) . Tahanan perifer dipengaruhi oleh perubahan anatomi dan fungsional dari arteri kecil dan arteriol.3


Terdapat setidaknya empat sistem yang secara langsung mempengaruhi regulasi tekanan darah yaitu :4
§  Jantung, yang memberikan tekanan/pompa
§  Pembuluh darah, menggambarkan tahanan sistemik
§  Ginjal, yang meregulasi volume intravaskular
§  Hormon, yang memodulasi ketiga sistem di atas


Pada umumnya pasien dengan hipertensi esensial memiliki curah jantung yang normal namun tahanan perifer yang meningkat. Tahanan perifer tidak ditentukan oleh arteri kecil/arteriol yang dindingnya mengandung sel otot polos. Kontraksi otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan kalsium intrasel. Konstriksi otot polos yang berlangsung lama menginduksi perubahan struktural dan penebalan dari arteriol yang diduga dimediasi oleh angiotensin.4
Sistem RAA merupakan sistem endokrin yang paling penting dalam mengatur tekanan darah. Renin bertanggungjawab mengkonversi angiotensinogen menjadi angiotensin I lalu angiotensin II. Angiotensin II akan bekerja pada reseptor menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah.1,4


Tatalaksana
Terapi non-farmakologi
Terapi yang diberikan berupa perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko yang ada pada pasien. Terapi ini terdiri dari:2
§  Menghentikan merokok
§  Menurunkan BB berlebih
§  Mengurangi asupan garam
§  Mengurangi konsumsi alkohol
§  Latihan fisik
§  Meningkatkan konsumsi sayur dan buah serta mengurangi asupan lemak


Terapi farmakologi3

Penyakit Jantung Hipertensi
Patogenesis
Pada pasien dengan hipertensi, terjadi kompensasi dari jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan predisposisi menuju terjadinya gagal jantung, takiaritmia ventrikular, stroke iskemik, atrial fibrilasi, dan stroke emboli.1
Hipertrofi ventrikel kiri ditandai dengan penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu karena gangguan relaksasi dari ventrikel kiri kemudian seiring perjalanan waktu akan terjadi dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).5 Remodelling dari ventrikel kiri ini akan berakibat pada penurunan stroke volume.4 Rangsangan simpatis dan sistem RAA akan memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan fungsi sistolik). Iskemia miokard dapat terjadi dari kombinasi akselerasi proses atherosklerosis dan peningkatan kebutuhan oksigen akibat hipertrofi ventrikel kiri.5


Manifestasi Klinis5
1.         Gejala hipertensi seperti rasa pusing, berdebar-debar, tegang, dan sakit kepala
2.         Gejala jantung hipertensi berupa sesak napas, cepat lelah, nyeri dada (berhubungan dengan iskemia miokard), bengkak pada ekstremitas

Pemeriksaan5
Pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah, palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk melihat adanya stenosis atau oklusi, pemeriksaan fisik jantung untuk melihat adanya perbesaran jantung dan melihat tanda gagal jantung. Bunyi jantung S2 dapat meningkat karena kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S3 dapat ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri sedangkan S4 dapat ditemukan apabila terdapat peninggian tekanan atrium kiri.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium meliputi :
·      Kolesterol Total, HDL, LDL, Trigliserida
·      Hb/Ht
·      Gula Darah Puasa
·      Ureum/Kreatinin
·      Elektrolit
·      Urinalisis
Selain itu juga dilakukan pemeriksaan EKG untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri (kurang sensitif) atau dapat dilakukan echokardiografi untuk menemukan hipertrofi ventrikel kiri lebih dini dan spesifik (spesifisitas 95-100%).

Tatalaksana
Penatalaksanaan umum dari hipertensi mengacu pada guideline umum (JNC 7 atau ESC /ESH)3. Pada pasien hipertensi dengan risiko PJK tinggi dapat diberikan diuretik, beta blocker, dan CCB. Sedangkan pada pasien hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan diuretik, ACEI/ARB, beta blocker, dan antagonis aldosterone.5 Pengobatan gagal jantung hipertensi sama seperti pengobatan gagal jantung yang lain.3,5

Daftar Pustaka
1.    Bonow, Mann, Zipes, Libby. Braunwald’s heart disease 9th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012.
2.    Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.610-614.
 3.  Kasper DL, Fauci AS, Longo DN, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2012.
4.    Lilly LS. Pathophysiology of heart disease 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
5.    Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.1644-1645.

Rabu, 02 Oktober 2013

Kehamilan Risiko Tinggi

Definisi
Kehamilan risiko tinggi merupakan kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu atau janin selama kehamilan, persalinan, maupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas normal.

Klasifikasi
Dalam menentukan kehamilan risiko tinggi dapat digunakan penilaian terhadap wanita hamil untuk menentukan apakah wanita tersebut memiliki keadaan atau ciri faktor risiko yang menyebabkan ibu maupun janin lebih rentan terhadap penyakit atau kematian. Terdapat 2 cara yang bisa digunakan yaitu cara skoring (skrining/deteksi ibu risiko tinggi) dan cara kriteria

Cara Skoring
Kelompok Faktor Risiko I : Ada Potensi Gawat Obstetrik/APGO
1.       Terlalu muda hamil (< 16 tahun)
2.       a.    Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun
b.      Terlalu tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3.       Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4.       Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)
5.       Terlalu banyak anak (> 4 anak)
6.       Terlalu tua (umur > 35 tahun)
7.       Terlalu pendek (< 145 cm)
8.       Pernah gagal hamil (riwayat obstetrik jelek)
9.       Pernah melahirkan dengan :
a. Tarikan tang/vakum
b. Uri dirogoh
c. Diberi infus atau transfusi
10. Pernah operasi sesar
Masing-masing memiliki skor 4

Kelompok Faktor Risiko II : Ada Gawat Obstetrik/AGO
1.       Penyakit pada ibu hamil
a.      Kurang darah
b.      Malaria
c.       TBC paru
d.      Penyakit jantung
e.      Kencing manis (diabetes)
f.       Penyakit menular seksual
2.       Keracunan kehamilan preeklampsia, yaitu bengkak pada muka dan tungkai, tekanan darah tinggi, albumin terdapat dalam air seni.
3.       Hamil kembar (perut ibu sangat membesar, gerakan anak terasa di banyak tempat)
4.       Hidramnion atau kembar air (perut ibu sangat membesar, gerakan dari anak tidak begitu terasa)
5.       Janin mati dalam kandungan
6.       Kehamilan lebih bulan
7.       Letak sungsang dan letak lintang
Masing-masing memiliki skor 4, kecuali letak sungsang dan letak lintang dengan skor 8

Kelompok Faktor Risiko III à Ada Gawat Darurat Obstetrik/AGDO
1.       Perdarahan antepartum
2.       Preeklampsia berat atau eklampsia
Masing-masing memiliki skor 8

Skrining dilakukan pada triwulan I, II, III.1 dan III.2

Persalinan dengan Risiko
Jumlah Skor
Kelompok Risiko
Perawatan
Rujukan
Tempat
Penolong
2
KRR
Bidan
Tidak dirujuk
Rumah Polindes
Bidan
6-10
KRT
Bidan dokter
Bidan PKM
Bidan dokter
Bidan dokter
> 12
KRST
Dokter
Rumah sakit
Rumah sakit
Dokter

Cara Kriteria
Ada berbagai kriteria, tetapi dengan tujuan sama, yaitu mencoba mengelompokkan kasus-kasus kehamilan risiko tinggi. Salah satunya adalah kriteria yang ditetapkan oleh Poedji Rochayati, dkk.
Menurut Poedji Rochjati, dkk, kehamilan risiko tinggi meliputi :
1.       Terlalu muda hamil (< 16 tahun)
Anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklampsia (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam air kemih dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklamsi (kejang akibat pre-eklamsi). Mereka juga lebih mungkin melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi.
2.       a.    Terlalu lambat hamil pertama setelah kawin > 4 tahun
b.      Terlalu tua hamil pertama (hamil > 35 tahun)
3.       Terlalu cepat hamil lagi (< 2 tahun)
4.       Terlalu lama hamil lagi (> 10 tahun)
5.       Terlalu banyak anak (> 4 anak)
Seorang wanita yang telah mengalami kehamilan sebanyak 6 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami:
·         Kontraksi yang lemah pada saat persalinan (karena otot rahimnya lemah).
·         Perdarahan setelah persalinan (karena otot rahimnya lemah).
·         Persalinan yang cepat, yang bisa menyebabkan meningkatnya resiko perdarahan vagina yang berat.
·         Plasenta previa (plasenta letak rendah).
6.       Terlalu tua (umur > 35 tahun)
Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid di dalam rahim serta lebih rentan terhadap gangguan persalinan. Diatas usia 35 tahun, resiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom (misalnya sindrom Down) semakin meningkat. Pada wanita hamil yang berusia diatas 35 tahun bisa dilakukan pemeriksaan cairan ketuban (amniosentesis) untuk menilai kromosom janin.
7.       Terlalu pendek (< 145 cm)
Seorang wanita yang memiliki tinggi badan kurang dari 1,5 meter, lebih mungkin memiliki panggul yang sempit. Selain itu, wanita tersebut juga memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami persalinan prematur dan melahirkan bayi yang sangat kecil.
8.       Pernah gagal hamil atau riwayat obstetrik jelek
Seorang wanita yang 3 kali berturut-turut mengalami keguguran pada trimester pertama, memiliki resiko sebesar 35% unuk mengalami keguguran lagi. Keguguran juga lebih mungkin terjadi pada wanita yang pernah melahirkan bayi yang sudah meninggal pada usia kehamilan 4-8 minggu atau pernah melahirkan bayi prematur.
Sebelum mencoba hamil lagi, sebaiknya seorang wanita yang pernah mengalami keguguran menjalani pemeriksaan untuk :
  • Kelainan kromosom atau hormon
  • Kelainan struktur rahim atau leher rahim
  • Penyakit jaringan ikat (misalnya lupus)
  • Reksi kekebalan pada janin (biasanya ketidaksesuaian Rh).
Jika penyebab terjadinya keguguran diketahui, maka dilakukan tindakan pengobatan.

Kelainan struktur pada organ reproduksi wanita (misalnya rahim ganda atau leher rahim yang lemah) bisa meningkatkan resiko terjadinya keguguran. Untuk mengetahui adanya kelainan struktur, bisa dilakukan pembedahan diagnostik, USG atau rontgen.
Fibroid (tumor jinak) di dalam rahim bisa meningkatkan resiko terjadinya :
·        Kelahiran prematur
·        Gangguan selama persalinan
·        Kelainan letak janin
·        Kelainan letak plasenta
·        Keguguran berulang
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi prematur, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Persalinan prematur lebih mungkin terjadi pada keadaan berikut :
·         Ibu memiliki kelainan struktur pada rahim atau leher rahim
·         Perdarahan
·         Stress fisik atau mental
·         Kehamilan ganda
·         Ibu pernah menjalani pembedahan rahim
Persalinan prematur seringkali terjadi jika :
·         Bayi berada dalam posisi sungsang
·         Plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya
·         Ibu menderita tekanan darah tinggi
·         Air ketuban terlalu banyak
·         Ibu menderita pneumonia, infeksi ginjal atau apendisitis.
Seorang wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 1,5 kg, memiliki resiko sebesar 50% untuk melahirkan bayi prematur pada kehamilan berikutnya.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi yang menderita penyakit hemolitik, maka bayi berikutnya memiliki resiko menderita penyakit yang sama.
Penyakit ini terjadi jika darah ibu memiliki Rh-negatif, darah janin memiliki Rh-positif dan ibu membentuk antibodi untuk menyerang darah janin; antibodi ini menyebabkan kerusakan pada sel darah merah janin.
Pada kasus seperti ini, dilakukan pemeriksaan darah pada ibu dan ayah. Jika ayah memiliki 2 gen untuk Rh-positif, maka semua anaknya akan memiliki Rh-positif; jika ayah hanya memiliki 1 gen untuk Rh-positif, maka peluang anak-anaknya untuk memiliki Rh-positif adalah sebesar 50%.
Biasanya pada kehamilan pertama, perbedaan Rh antara ibu dengan bayinya tidak menimbulkan masalah, tetapi kontak antara darah ibu dan bayi pada persalinan menyebabkan tubuh ibu membentuk antibodi. Akibatnya, resiko penyakit hemolitik akan ditemukan pada kehamilan berikutnya.
Tetapi setelah melahirkan bayi dengan Rh-positif, biasanya pada ibu yang memiliki Rh-negatif diberikan immunoglobulin Rh-nol-D, yang akan menghancurkan antibodi Rh. Karena itu, penyakit hemolitik pada bayi jarang terjadi.
Jika seorang wanita pernah melahirkan bayi dengan kelainan genetik atau cacat bawaan, biasanya sebelum merencanakan kehamilan berikutnya, dilakukan analisa genetik pada bayi dan kedua orangtuanya.
9.       Pernah melahirkan dengan :
a.      Tarikan tang/vakum
b.      Uri dirogoh
c.       Diberi infus atau transfusi
10.   Pernah operasi sesar
Kekurangan Sectio Caesaria potongan korporal untuk persalinan selanjutnya adalah 4 kali lebih besar bahaya terjadinya ruptur uteri spontan. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa makin pendek durasi antara persalinan Caesaria dan persalinan berikutnya, makin tinggi angka ruptur uteri. Odd rasio yang terukur berkisar dari 2,5–3 tahun untuk peningkatan ruptura uteri pada wanita dengan selang antar kehamilan lebih pendek. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang sangat sering menghalangi dokter untuk mengizinkan persalinan pervaginam pada wanita dengan riwayat SC adalah kekhawatiran akan terjadinya ruptur uteri atau kerapuhan uterus
11.   Penyakit pada ibu hamil
a.       Kurang darah
Pengaruh anemia terhadap kehamilan, persalinan dan nifas adalah dapat terjadi :
·         Keguguran
·         Partus prematurus
·         Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah
·         Atonia uteri dan menyebabkan pendarahan
·         Syok
·         Afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia
·         Infeksi intrapartum dan dalam nifas
·         Bila terjadi anemia gravis (Hb di bawah 4 gr %) terjadi payah jantung, yang bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan, bahkan bisa fatal.
Pengaruh anemia terhadap hasil konsepsi :
·         Kematian mudigah (keguguran)
·         Kematian janin dalam kandungan
·         Kematian janin waktu lahir (stillbirth)
·         Kematian perinatal tinggi
·         Prematuritas
·         Dapat terjadi cacat bawaan
·         Cadangan besi kurang
b.      Malaria
Pengaruh malaria terhadap kehamilan, persalinan, dan nifas :
·         Abortus dan partus prematurus
·         Kematian janin dalam rahim
·         Dismaturitas
·         Kematian neonatal yang tinggi
·         Anemia dalam kehamilan dan nifas
·      Dalam persalinan, ibu menjadi lemah, karena itu dapat terjadi atonia uteri/inertia uteri sehingga persalinan akan berlangsung lama
·        Bila ibu terlalu lemah, persalinan kala II dapat ditolong dengan ekstraksi vakum atau forseps
·   Berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan, karena akan berakibat buruk pada ibu
c.       TBC paru
Pada umumnya, penyakit paru-paru tidak mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas, kecuali penyakitnya tidak terkontrol, berat, dan luas yang disertai sesak napas dan hipoksia. Walaupun kehamilan menyebabkan sedikit perubahan padfa sistem pernapasan, karena uterus yang membesar dapat mendorong diafragma dan paru-paru ke atas serta sisa udara dalam paru-paru kurang, namun penyakit tersebut tidak selalu menjadi lebih parah. Penyakit paru-paru, yang dalam keadaan aktif, akan menimbulkan masalah bagi ibu, bayi, dan orang-orang sekelilingnya, jadi, sebenarnya adalah masalah sosial. Pengaruh TBC paru-paru terhadap kehamilan dan sebaliknya sedikit banyak ada.
d.      Penyakit jantung
Kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis). Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalah dapat terjadi abortus, prematuritas (lahir tidak cukup bulan), dismaturitas (lahir cukup bulan namun dengan berat badan lahir rendah), lahir dengan Apgar rendah atau lahir mati, serta kematian janin dalam rahim (KJDR).
e.      Kencing manis (diabetes)
Pengaruh kehamilan, persalinan, dan nifas pada diabetes adalah :
·         Kehamilan dapat menyebabkan status prediabetik menjadi manifes (diabetik)
·         Diabetes akan menjadi lebih berat oleh kehamilan
·         Pada persalinan yang memerlukan tenaga ibu dan kerja rahim akan memerlukan glukosa banyak, maka bisa terjadi hipoglikemia atau koma
·         Dalam masa laktasi keperluan akan insulin akan bertambah
Pengaruh diabetes terhadap kehamilan :
·         Abortus dan partus prematurus
·         Hidramnion
·         Pre-eklampsia
·         Kesalahan letak janin
·         Insufisiensi plasenta
Pengaruh diabetes terhadap persalinan :
·         Inersia uteri dan atonia uteri
·         Distosia karena janin (anak besar, bahu lebar)
·         Kelahiran mati
·         Persalinan lebih sering ditolong secara operatif
·         Angka kejadian perdarahan dan infeksi tinggi
·         Morbiditas dan mortalitas ibu tinggi
Pengaruh diabetes terhadap nifas :
·         Pendarahan dan infeksi puerperal lebih tinggi
·         Luka-luka jalan lahir lambat pulih/sembuh
Pengaruh diabetes terhadap janin atau bayi :
·         Sering terjadi abortus
·         Kematian janin dalam kandungan setelah 36 minggu
·         Dapat terjadi cacat bawaan
·         Dismaturitas
·         Janin besar (bayi kingkong/makrosomia)
·         Kematian neonatal tinggi
·         Kemudian hari dapat terjadi kelainan neurologik dan psikologik
Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada wanita hamil ketika memasuki usia kehamilan 20-28 minggu.
f.        Penyakit menular seksual
Pengaruh sifilis terhadap kehamilan :
·         Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, di mana Treponema telah dapat menembus barier plasenta
·         Akibatnya : kelahiran mati dan partus prematurus
·         Bayi lahir dengan lues kongenital : pemfigus sifilitus, deskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi
·         Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues kongenital
Pengaruh gonorea terhadap kehamilan dan bayi :
·         Sering dijumpai kemandulan anak satu (one child sterility) pada penderita atau bekas penderita gonorea
·         Konjungtivitis gonorea neonatorum (blenorea neonati)
Sekitar 75% bayi yang menderita AIDS, ibunya adalah pemakai obat suntik atau pramuria. Bayi-bayi tersebut juga memiliki resiko menderita penyakit menular seksual lainnya, hepatitis dan infeksi. Pertumbuhan mereka di dalam rahim kemungkinan mengalami kemunduran dan mereka bisa lahir prematur.
12.   Bengkak pada muka atau tungkai dan tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi pada wanita hamil bisa disebabkan oleh kehamilan atau keadaan lain. Tekanan darah tinggi di akhir kehamilan bisa merupakan ancaman serius terhadap ibu dan bayinya dan harus segera diobati.
13.   Hamil kembar 2 atau lebih
Kehamilan lebih dari 1 janin juga bisa menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya cacat bawaan dan kelainan pada saat persalinan. Prognosa untuk ibu lebih jelek bila dibandingkan pada kehamilan tunggal, karena seringnya terjadi toksemia gravidarum, hidramnion, anemia, pertolongan obstetri operatif, dan perdarahan postpartum. Angka kematian perinatal tinggi terutama karena prematur, prolaps tali pusat, solusio plasenta dan tindakan obstetrik karena kelainan letak janin.
14.   Hamil kembar air (hidramnion)
Air ketuban yang terlalu banyak akan menyebabkan peregangan rahim dan menekan diafragma ibu. Hal ini bisa menyebabkan gangguan pernafasan yang berat pada ibu atau terjadinya persalinan prematur. Air ketuban yang terlalu banyak cenerung terjadi pada :
·         Ibu yang menderita diabetes yang tidak terkontrol
·         Kehamilan ganda
·         Inkompatibilitas Rh
·         Bayi dengan cacat bawaan (misalnya penyumbatan kerongkongan atau kelainan sistem saraf).
Air ketuban yang terlalu sedikit ditemukan pada :
·          Bayi yang memiliki cacat bawaan pada saluran kemih
·          Bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan
·          Bayi yang meninggal di dalam kandungan.
15.   Bayi mati dalam kandungan
      Kematian di dalam kandungan atau kematian bayi baru lahir bisa terjadi akibat :
  • Kelainan kromosom pada bayi
  • Diabetes
  • Penyakit ginjal atau pembuluh darah menahun
  • Tekanan darah tinggi
  • Penyalahgunaan obat
  • Penyakit jaringan ikat pada ibu (misalnya lupus)
16.   Kehamilan lebih bulan
Pada kehamilan yang terus berlanjut sampai lebih dari 42 minggu, kemungkinan terjadinya kematian bayi adalah 3 kali lebih besar.
17.   Letak sungsang
Bagi ibu, janin dengan letak sungsang dapat menyebabkan robekan pada perineum lebih besar, juga karena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi. Sedangkan bagi bayi sendiri, prognosa tidak begitu baik, karena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia. Oleh karena itu, setelah pusat lahir dan supaya janin hidup, janin harus dilahirkan dalam waktu 8 menit.
18.   Letak lintang
Bagi ibu, janin dengan letak lintang dapat menjadi bahaya yang mengancam yaitu terjadinya ruptur uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini dengan demikian mudah dapat infeksi intrapartum. Sedangkan pada bayi, angka kematian cukup tinggi (25-40%), yang dapat disebabkan oleh karena prolapsus funiculi, trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus-menerus, dan ketuban pecah dini. Janin dapat dilahirkan dengan cara pervaginam, yaitu dengan versi dan ektraksi, atau embriotomi bila janin sudah meninggal, atau dengan perabdominan (seksio sesarea).
Menurut Eastman dan Greenhill, bila ada panggul sempit, seksio sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang, dengan anak hidup. Juga semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea walaupun tidak ada panggul sempit.
19.   Perdarahan dalam kehamilan
Penyebab perdarahan paling sering pada trimester ketiga adalah :
·        Kelainan letak plasenta
·        Pelepasan plasenta sebelum waktunya
·        Penyakit pada vagina atau leher rahim (misalnya infeksi).
Perdarahan pada trimester ketiga memiliki resiko terjadinya kematian bayi, perdarahan hebat dan kematian ibu pada saat persalinan. Untuk menentukan penyebab terjadinya perdarahan bisa dilakukan pemeriksaan USG, pengamatan leher rahim dan Pap smear.
20.   Preeklamsia berat atau kejang-kejang
Seorang wanita yang pernah mengalami pre-eklamsi atau eklamsi, kemungkinan akan mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya, terutama jika diluar kehamilan dia menderita tekanan darah tinggi menahun.

Pengelompokan risiko pada bayi karena dampak persalinan
A.      Risiko rendah
Semua bayi yang lahir spontan belakang kepala dalam batas waktu yang telah ditetapkan.
B.      Risiko sedang
·         Apgar < 6 pada menit pertama
·         Perlukaan persalinan
·         Kelainan perilaku bayi
·         Sianosis
·         Anemia polisitemia
·         Ikterus neonatorum dalam 24 jam
·         Cacat bawaan
·         Bayi terpengaruh obat ibu
·         BBLR
·         Makrosomia
C.      Risiko tinggi
·         Apgar < 6 pada menit pertama dan tetap sampai setengah jam
·         Apnea, aspirasi air ketuban atau mekonium
·         Cacat bawaan memerlukan tindakan segera
·         Kejang
·         Berat badan lahir < 1500 gram
·         Kelainan jantung bawaan

Daftar Pustaka
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan edisi keempat. Jakarta. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010. Hal 21-34, 157-64,278-88,667-75,677-81
2. DeCherney, MD, Alan H. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. Tenth Edition . United States of America. 2007. The McGraw-Hill Companies, Inc; hal  1-18.

3. Harms, M.D. Roger W, Mayo Clinic Guide To A Healthy Pregnancy, Harper Collins E-books. Hal 391-417.