Senin, 11 Maret 2013

Cryptococcosis


Cryptococcosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari jamur Cryptococcus. Terdapat 2 spesies, Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii, yang bersifat patogenik pada manusia dan dapat menyebabkan cryptococcosis pada manusia.

ETIOLOGI
Cryptococcus neoformans merupakan jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang tersebar dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini pertama kali dideskripsikan oleh Busse, seorang ahli patologi, yang berhasil mengisolasi jamur tersebut dari tibia seorang wanita berusia 31 tahun. Jamur ini merupakan penyebab utama meningitis jamur dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus neoformans dapat dibedakan dari Cryptococcus gattii memiliki perbedaan secara antigen dan genetik. Cryptococcus neoformans memiliki antigen serotipe A dan D sedangkan Cryptococcus gattii memiliki antigen serotipe B dan C. 

EPIDEMIOLOGI
Cryptococcosis pertama kali dideskripsikan pada tahun 1890 namun tetap jarang sampai pertengahan abad ke 20. Kemajuan dalam diagnosis dan peningkatan individu yang mengalami imunosupresi meningkatkan prevalensi penyakit ini secara drastis. Spektrum penyakit yang disebabkan oleh infeksi Cryptococcus kebanyakan berupa meningoencephalitis dan pneumonia namun infeksi kulit dan jaringan juga dapat terjadi.
Studi serologi menunjukkan bahwa infeksi cryptococcus banyak terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi dan sangat jarang terjadi pada individu yang memiliki sistem imun yang normal. Individu yang memiliki risiko tinggi untuk terkena cryptococcosis adalah individu dengan keganasan pada darah (hematologicmalignancies), resipien organ transplant yang sedang menjalani terapi imunosupresi, pasien yang harus menjalani terapi glukokortikoid, dan penderita infeksi HIV dan jumlah sel limfosit T CD4+ kurang dari 200/ยตL.
Cryptococcus neoformans dapat ditemukan di seluruh dunia. Jamur ini banyak ditemukan di tanah yang lembab  dimana terdapat akumulasi dari kotoran burung (terutama merpati). Sedangkan Cryptococcus gattii lebih banyak diremukan pada beberapa tipe pohon eucalyptus.

PATOGENESIS
Infeksi cryptococcus didapatkan melalui inhalasi partikel aerosol. Namun bentuk pasti dari partikel yang terinhalasi ini masih belum dapat dipastikan, dugaaan utama mengenai bentuk partikel terseubut adalah basidiospora dan sel yeast kecil yang kering. Pengetahuan mengenai infeksi inisial dari cryptococcus masih sangat rendah. Hasil uji serologi menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi cryptococcus didapatkan pada masa kanak-kanak namun masih belum diketahui apakah infeksi inisial ini bersifat simtomatik atau tidak. Karena infeksi cryptococcus ini sangat umum terjadi namun yang bermanifestasi menjadi penyakit sangat jarang, mekanisme pertahanan pulmoner pada individu imunokompeten diduga sangat berperan dalam menahan jamur ini.
Cryptococcosis biasanya muncul secara klinis sebagai meningoensefalitis kronik. Mekanisme bagaimana jamur dapat menyebar ekstrapulmoner dan masuk ke sistem saraf pusat masih belum diketahui dengan jelas. Mekanisme bagaimana sel cryptococcus dapat melewati sawar darah otak juga masih dipelajari secara intensif. Dari bukti yang ada, diduga migrasi langsung sel fungus menyebrangi endotelium melalui makrofag sebagai penyerbu “Trojan Horse”. Spesies ini memiliki faktor virulensi berupa kapsul polisakarida, kemampuan untuk memproduksi melanin, dan elaborasi enzim seperti fosfolipase dan urease yang meningkatkan kemampuan bertahan hidup jamur ini dalam jaringan. Infeksi dari cryptococcus diketahui tidak atau hanya sedikit memicu respon inflamasi.

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang terjadi pada cryptococcosis merefleksikan tempat infeksinya. Meskipun infeksinya dapat terjadi pada berbagai organ atau jaringan, mayoritas kasus yang memerlukan perhatian klinis berhubungan dengan SSP dan paru-paru. Infeksi pada SSP biasanya ditandai dengan gejala meningitis kronik seperti sakit kepala, demam, letargi, defisit sensorik, defisit memori, paresis nervus kranial, defisit penglihatan, dan meningismus.
Cryptococcosis pulmoner biasanya ditandai dengan batuk, peningkatan produksi sputum, dan sakit dada. Pasien yang terinfeksi dengan C.gattii ditandai dengan munculnya massa granulomatosa pulmoner yang disebut cryptococcomas. Demam muncul pada sebagian kecil kasus. Kenyataannya, banyak kasus yang ditemukan secara insidental ketika dilakukan radiografi dada untuk kepentingan diagnostik lainnya. Cryptococcosis pulmoner juga dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti keganasan, tuberculosis, dan diabetes.
Lesi kulit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien cryptococcosis yang menyebar dan dapat bermanifestasi bermacam-macam termasuk papula, plak, vesikel, purpura, dan ruam. Pada pasien cryptococcosis dengan HIV dan pasien transplantasi organ, lesi yang terjadi dapat menyerupai lesi pada moluscum contagiosum.

DIAGNOSIS
Pada diagnosis cryptococcosis, diperlukan untuk menemukan sel yeast pada jaringan normal yang steril. Visualisasi dengan tinta India untuk melihat kapsul pada analisis CSF merupakan salah satu teknik yang cepat dan efektif. Namun metode visualisasi dengan tinta India dapat memberikan hasil negatif pada pasien dengan infeksi yang rendah. Selain itu pemeriksaan ini harus dilakukan oleh individu yang terlatih karena leukosit dan globule lemak dapat disalah interpretasikan sebagai sel jamur. Kultur pada CSF dan darah yang positif mengandung sel Cryptococcus juga merupakan salah satu alat diagnosis.

Sumber : http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/cry2_l.jpg
Sumber : http://www.msevans.com/cnsinfections/cryptococcus-wrights.jpg


TATA LAKSANA
 Dalam penatalaksanaan, kita harus memikirkan situs infeksi dan status imunologi pasien. Penyakit ini memiliki 2 pola manifestasi secara umum yaitu cryptococcosis pulmoner tanpa penyebaran ekstrapulmoner dan cryptococcosis ekstrapulmoner dengan atau tanpa meningoensefalitis.
Cryptococcosis pulmoner pada pasien imunokompeten biasanya sembuh sendiri tanpa terapi. Namun melihat kecenderungan cryptococcus untuk menyebar ekstrapulmoner, ketidakmampuan untuk mengukur status imun pasien secara tepat, dan avaibilitas dari terapi low-toxicity dalam bentuk fluconazole, maka rekomendasiuntuk pasien cryptococcosis pulmoner imunokompeten adalah dengan pemberian fluconazole (200-400mg/hari selama 3-6 bulan).
Cryptococcosis ekstrapulmoner tanpa infeksi ke SSP dapat diobati dengan regimen yang sama dan dapat ditambahkan amphotericin B (0,5-1 mg/kgBB perhari selama 4-6 minggu) untuk kasus yang lebih berat. Sedangkan untuk cryptococcosis ekstrapulmoner dengan meningoensefalitis terapi yang disarankan adalah AmB (0,5-1mg/kgBB) dan flucytosine (100mg/kgBB) untuk 6-10 minggu.
Untuk pasien dengan imunosupresi, terapi yang diberikan dalam dua bagian yaitu terapi inisial dan terapi konsolidasi. Pada pasien dengan HIV, diperlukan terapi yang agresif dan penyakit tidak dapat disembuhkan kecuali fungsi imunitas meningkat. Terapi yang diberikan adalah fluconazole (200-400mg) untuk cryptococcosis pulmoner dan ekstrapulmoner tanpa manifestasi SSP. Pada pasien dengan infeksi yang lebih berat, dapat diberikan flucytosine (100mg/kgBB) selama 10 minggu dilanjutkan terapi fluconazole. Untuk pasien dengan manifestasi SSP, dapat diberikan AmB (0,7-1mg/kgBB) ditambah flucytosine (100mg/kgBB) selama 2 minggu dilanjutkan fluconazole.

Daftar Pustaka
1. Kasper DL, Fauci AS, Longo DN, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York: Mc-Graw Hill; 2011.
2. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2009
3. Kumar et al. Robbins and Cotran : Pathologic Basis of Disease 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar