Cryptococcosis
merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari jamur Cryptococcus. Terdapat 2 spesies, Cryptococcus neoformans dan Cryptococcus gattii, yang bersifat
patogenik pada manusia dan dapat menyebabkan cryptococcosis pada manusia.
ETIOLOGI
Cryptococcus neoformans merupakan jamur seperti ragi (yeast
like fungus) yang tersebar dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini pertama kali
dideskripsikan oleh Busse, seorang ahli patologi, yang berhasil mengisolasi
jamur tersebut dari tibia seorang wanita berusia 31 tahun. Jamur ini merupakan
penyebab utama meningitis jamur dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus
neoformans dapat dibedakan dari Cryptococcus
gattii memiliki perbedaan secara antigen dan genetik. Cryptococcus neoformans memiliki antigen serotipe A dan D sedangkan
Cryptococcus gattii memiliki antigen
serotipe B dan C.
EPIDEMIOLOGI
Cryptococcosis
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1890 namun tetap jarang sampai
pertengahan abad ke 20. Kemajuan dalam diagnosis dan peningkatan individu yang
mengalami imunosupresi meningkatkan prevalensi penyakit ini secara drastis.
Spektrum penyakit yang disebabkan oleh infeksi Cryptococcus kebanyakan berupa
meningoencephalitis dan pneumonia namun infeksi kulit dan jaringan juga dapat
terjadi.
Studi
serologi menunjukkan bahwa infeksi cryptococcus banyak terjadi pada individu
yang mengalami imunosupresi dan sangat jarang terjadi pada individu yang
memiliki sistem imun yang normal. Individu yang memiliki risiko tinggi untuk
terkena cryptococcosis adalah individu dengan keganasan pada darah
(hematologicmalignancies), resipien organ transplant yang sedang menjalani
terapi imunosupresi, pasien yang harus menjalani terapi glukokortikoid, dan
penderita infeksi HIV dan jumlah sel limfosit T CD4+ kurang dari 200/ยตL.
Cryptococcus neoformans dapat ditemukan di seluruh dunia.
Jamur ini banyak ditemukan di tanah yang lembab
dimana terdapat akumulasi dari kotoran burung (terutama merpati).
Sedangkan Cryptococcus gattii lebih
banyak diremukan pada beberapa tipe pohon eucalyptus.
PATOGENESIS
Infeksi
cryptococcus didapatkan melalui inhalasi partikel aerosol. Namun bentuk pasti
dari partikel yang terinhalasi ini masih belum dapat dipastikan, dugaaan utama
mengenai bentuk partikel terseubut adalah basidiospora dan sel yeast kecil yang
kering. Pengetahuan mengenai infeksi inisial dari cryptococcus masih sangat
rendah. Hasil uji serologi menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi
cryptococcus didapatkan pada masa kanak-kanak namun masih belum diketahui
apakah infeksi inisial ini bersifat simtomatik atau tidak. Karena infeksi
cryptococcus ini sangat umum terjadi namun yang bermanifestasi menjadi penyakit
sangat jarang, mekanisme pertahanan pulmoner pada individu imunokompeten diduga
sangat berperan dalam menahan jamur ini.
Cryptococcosis
biasanya muncul secara klinis sebagai meningoensefalitis kronik. Mekanisme
bagaimana jamur dapat menyebar ekstrapulmoner dan masuk ke sistem saraf pusat
masih belum diketahui dengan jelas. Mekanisme bagaimana sel cryptococcus dapat
melewati sawar darah otak juga masih dipelajari secara intensif. Dari bukti
yang ada, diduga migrasi langsung sel fungus menyebrangi endotelium melalui
makrofag sebagai penyerbu “Trojan Horse”. Spesies ini memiliki faktor virulensi
berupa kapsul polisakarida, kemampuan untuk memproduksi melanin, dan elaborasi
enzim seperti fosfolipase dan urease yang meningkatkan kemampuan bertahan hidup
jamur ini dalam jaringan. Infeksi dari cryptococcus diketahui tidak atau hanya
sedikit memicu respon inflamasi.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi
klinis yang terjadi pada cryptococcosis merefleksikan tempat infeksinya.
Meskipun infeksinya dapat terjadi pada berbagai organ atau jaringan, mayoritas
kasus yang memerlukan perhatian klinis berhubungan dengan SSP dan paru-paru.
Infeksi pada SSP biasanya ditandai dengan gejala meningitis kronik seperti sakit
kepala, demam, letargi, defisit sensorik, defisit memori, paresis nervus
kranial, defisit penglihatan, dan meningismus.
Cryptococcosis
pulmoner biasanya ditandai dengan batuk, peningkatan produksi sputum, dan sakit
dada. Pasien yang terinfeksi dengan C.gattii ditandai dengan munculnya massa
granulomatosa pulmoner yang disebut cryptococcomas. Demam muncul pada sebagian
kecil kasus. Kenyataannya, banyak kasus yang ditemukan secara insidental ketika
dilakukan radiografi dada untuk kepentingan diagnostik lainnya. Cryptococcosis
pulmoner juga dapat diasosiasikan dengan penyakit seperti keganasan,
tuberculosis, dan diabetes.
Lesi kulit
merupakan hal yang umum terjadi pada pasien cryptococcosis yang menyebar dan
dapat bermanifestasi bermacam-macam termasuk papula, plak, vesikel, purpura,
dan ruam. Pada pasien cryptococcosis dengan HIV dan pasien transplantasi organ,
lesi yang terjadi dapat menyerupai lesi pada moluscum contagiosum.
DIAGNOSIS
Pada
diagnosis cryptococcosis, diperlukan untuk menemukan sel yeast pada jaringan
normal yang steril. Visualisasi dengan tinta India untuk melihat kapsul pada
analisis CSF merupakan salah satu teknik yang cepat dan efektif. Namun metode
visualisasi dengan tinta India dapat memberikan hasil negatif pada pasien dengan
infeksi yang rendah. Selain itu pemeriksaan ini harus dilakukan oleh individu
yang terlatih karena leukosit dan globule lemak dapat disalah interpretasikan
sebagai sel jamur. Kultur pada CSF dan darah yang positif mengandung sel
Cryptococcus juga merupakan salah satu alat diagnosis.
Sumber :
http://www.doctorfungus.org/thefungi/img/cry2_l.jpg
Sumber :
http://www.msevans.com/cnsinfections/cryptococcus-wrights.jpg
TATA
LAKSANA
Dalam penatalaksanaan, kita harus memikirkan
situs infeksi dan status imunologi pasien. Penyakit ini memiliki 2 pola
manifestasi secara umum yaitu cryptococcosis pulmoner tanpa penyebaran
ekstrapulmoner dan cryptococcosis ekstrapulmoner dengan atau tanpa meningoensefalitis.
Cryptococcosis
pulmoner pada pasien imunokompeten biasanya sembuh sendiri tanpa terapi. Namun
melihat kecenderungan cryptococcus untuk menyebar ekstrapulmoner,
ketidakmampuan untuk mengukur status imun pasien secara tepat, dan avaibilitas
dari terapi low-toxicity dalam bentuk fluconazole, maka rekomendasiuntuk pasien
cryptococcosis pulmoner imunokompeten adalah dengan pemberian fluconazole
(200-400mg/hari selama 3-6 bulan).
Cryptococcosis
ekstrapulmoner tanpa infeksi ke SSP dapat diobati dengan regimen yang sama dan
dapat ditambahkan amphotericin B (0,5-1 mg/kgBB perhari selama 4-6 minggu)
untuk kasus yang lebih berat. Sedangkan untuk cryptococcosis ekstrapulmoner
dengan meningoensefalitis terapi yang disarankan adalah AmB (0,5-1mg/kgBB) dan
flucytosine (100mg/kgBB) untuk 6-10 minggu.
Untuk
pasien dengan imunosupresi, terapi yang diberikan dalam dua bagian yaitu terapi
inisial dan terapi konsolidasi. Pada pasien dengan HIV, diperlukan terapi yang
agresif dan penyakit tidak dapat disembuhkan kecuali fungsi imunitas meningkat.
Terapi yang diberikan adalah fluconazole (200-400mg) untuk cryptococcosis
pulmoner dan ekstrapulmoner tanpa manifestasi SSP. Pada pasien dengan infeksi
yang lebih berat, dapat diberikan flucytosine (100mg/kgBB) selama 10 minggu
dilanjutkan terapi fluconazole. Untuk pasien dengan manifestasi SSP, dapat
diberikan AmB (0,7-1mg/kgBB) ditambah flucytosine (100mg/kgBB) selama 2 minggu
dilanjutkan fluconazole.
Daftar
Pustaka
1. Kasper DL,
Fauci AS, Longo DN, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL. Harrison’s Principles of
Internal Medicine. 18th ed. New
York: Mc-Graw Hill; 2011.
2. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
III edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,2009
3. Kumar et al. Robbins and Cotran : Pathologic Basis of
Disease 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar