PERSEPSI
Persepsi
didefinisikan sebagai proses pengolahan mental secara sadar untuk mengorganisir
dan menginterpretasikan stimulus sensorik. Semua persepsi melibatkan
impuls-impuls dalam sistem saraf yang merupakan hasil dari stimulasi fisik
terhadap organ-organ sensorik. Intensitas sensasi dan persepsi dipengaruhi oleh
tingkat kewaspadaan (vigilance) dan perhatian (attention). Perhatian / fokus
yang sangat tinggi seperti saat kita sedang berkonsentrasi secara intens atau
hipnotis dapat berakibat pada sensasi atau persepsi akut yang tidak biasa –
hiperesthesia, hiperacusis, atau akuitas visual yang luar biasa.
Pada
keadaan defisit sensorik seperti pada orang buta, tuli, maupun anestesia,
terjadi gangguan persepsi, namun persepsi masih dapat terjadi karena individu
biasanya menerima informasi mengenai suatu objek melalui beberapa modalitas
sensoris secara bersamaan.
Manusia
biasa beroperasi pada “average expectable environment” dimana tipe dan tingkat
input sensorik sesuai dengan yang diharapkan. Stimulus yang belebihan atau
tidak adekuat pada modalitas sensorik, tingkat input yang luar biasa intens,
atau presentasi dari rangsangan novel yang sama sekali berbeda dari yang pernah
dialami sebelumnya oleh seorang individu dapat memicu terjadinya distorsi
persepsi pada sebagian besar manusia normal. Sebagai contoh, deprivasi sensori
total pada suatu lingkungan artifisial yang terkontrol dapat menimbulkan ilusi
auditori dan visual serta halusinasi.
Seorang
indvidu pada umumnya menunjukkan persepsi yang selektif terhadap dunia,
tergantung pada apa yang penting/menonjol pada saat ini dan ada pada memori,
fantasi, emosi, dan nilai-nilai individu tersebut. Seorang wanita yang sedang
hamil lebih mungkin untuk melihat bayi yang ada di sekitar mereka dibandingkan
orang lain yang tidak disibukkan dengan hamil dan melahirkan anak.
ILUSI
Ilusi
didefinisikan sebagai distorsi perseptual dalam mengestimasi ukuran, bentuk,
dan hubungan spasial yang umum terjadi bahkan tanpa adanya gangguan psikiatri,
terutama ketika seorang sangat lelah atau sangat terangsang. Ilusi merupakan
misinterpretasi dari stimuli sensorik yang nyata seperti ketika seorang anak
kecil dalam kamarnya yang gelap di malam hari melihat monster dari
bayangan-bayangan di dinding.
Pareidolia adalah
sebuah ilusi visual volunter bersifat ambigu dan aneh yang dapat dilihat ketika
seorang melihat suatu gambar atau benda tertentu (awan, api, dll). Onset dan
terminasi dari persepsi ini sepenuhnya bersifat volunter.
Trailing
adalah persepsi bahwa suatu objek terus bergerak diikuti sebuah after image
dari benda tersebut. Fenomena ini biasa terjadi pada individu yang kelelahan
atau intoksikasi mariyuana dan mescaline.
Sumber :
http://2.bp.blogspot.com/-0ewMnU0xgGc/TigfPEnMsPI/AAAAAAAAAb8/bmiw1oBzVE8/
s1600/ pareidolia-dog.jpg
Halusinasi
merupakan persepsi yang timbul pada keadaan sadar atau bangun tanpa adanya stimulus
sensorik yang berhubungan. Halusinasi biasa dialami secara privat dimana orang
lain tidak dapat melihat atau mendengar persepsi yang sama. Halusinasi dapat
menyerang sistem sensorik manapun dan terkadang terjadi bersamaan pada beberapa
modalitas sensorik. Saat persepsi terganggu, kombinasi ilusi dan halusinasi,
dan sering bersama dengan delusi, dialami bersamaan. Pada beberapa studi, 90%
pasien dengan halusinasi juga mengalami delusi dan sekitar 35% pasien delusi
juga megalami halusinasi. Anak-anak dan dewasa muda lebih sering menderita
halusinasi tanpa delusi.
Halusinasi
dialami oleh banyak orang normal pada kondisi yang tidak biasa. Diestimasikan
10-27% populasi pernah mengalami halusinasi yang memorabel, umumnya halusinasi
visual.
Halusinasi Visual
Halusinasi
jenis ini merupakan halusinasi yang paling umum dimaksud oleh orang yang
mengalami halusinasi. Termasuk di sini fenomena melihat sesuatu yang tidak ada
atau persepsi visual yang tidak sesuai dengan realitas. Halusinasi visual
terjadi pada banyak kelainan neurologis dan psikiatri termasuk sindrom putus
obat, toksisitas, lesi fokal SSP, migraine, schizophrenia, dan kelainan mood
psikotik.
Halusinasi Auditori
Halusinasi
auditori (paracusia) merupakan persepsi mendengar suara-suara tanpa adanya
stimulus eksternal. Komplekstisitasnya bervariasi dari hanya mendengarkan suara
berputar atau bisikan yang tidak jelas sampai mendengarkan diskusi beberapa
orang mengenai pasien tersebut. Halusinasi auditori simple secara umum
berhubungan dengan psikosis organik seperti delirium, kejang parsial kompleks,
dan enselofati metabolik. Secara klasik halusinasi auditori dihubungkan dengan
schizophrenia (terlihat pada 60-90% pasien) namun juga dapat terlihat pada
pasien kelainan mood psikotik. 20% dari pasien manik dan kurang dari 10% pasien
depresi juga mengalami halusinasi auditori.
Terdapat 3
jenis halusinasi auditori yang secara umum diasosiasikan dengan schizophrenia
yaitu (1) suara yang berkata apa yang pasien sedang pikirkan; (2) suara yang
memberikan komentar mengenai apa yang pasien lakukan; dan (3) diskusi antar 2
orang atau lebih mengenai pasien. Halusinasi suara yang terjadi pada pasien
schizophrenia umumnya berada pada mood netral namun pada pasien dengan kelainan
mood biasanya konsisten sesuai dengan moodnya. Pada pasien depresi psikotik,
suara yang terdengar dapat bersifat kritis dan sadistik, sedangkan pada pasien
mania suara biasanya menunjukkan spesialisasi dari pasien.
Selain itu
juga ada halusinasi suara yang bersifat memberi perintah pada pasien. Biasanya
perintah yang diberikan bersifat mengingatkan kegiatan sehari-hari seperti
“Bersihkan meja” namun suara tersebut juga dapat bersifat menakutkan dan
berbahaya seperti memerintahkan aksi kejahatan dan bunuh diri. Suara-suara ini
umumnya bersifat memaksa dan persisten; dan kapabilitas pasien untuk
mengacuhkan suara ini berbeda-beda.
Halusinasi Olfaktori
Halusinasi
olfaktori (phantosmia) merupakan fenomena mencium bau dari sesuatu yang tidak
ada. Umumnya bau yang tercium merupakan bau-bau yang tidak menyenangkan seperti
bau busuk dan lain-lain. Phantosmia sering diakibatkan oleh kerusakan pada
jaringan nervus pada sistem olfaktori yang dapat disebabkan oleh berbagai hal
(infeksi, tumor, trauma, toksik, dan obat-obatan). Halusinasi olfaktori juga dapat
muncul pada beberapa kasus terkait imajinasi asosiatif seperti ketika menonton
film roman dimana seorang pria memberikan mawar pada wanita dan penonton
merasakan bau mawar.
Halusinasi Taktil
Halusinasi
taktil merupakan halusinasi adanya input sensori taktil. Salah satu jenis
halusinasi taktil yang paling sering adalah formikasi dimana pasien merasakan
sensasi serangga merayap pada kulit dan biasanya diasosiasikan dengan
penggunaan kokain dan amphetamine jangka panjang atau withdrawal dari alkohol.
Namun formikasi juga dapat terjadi akibat dari perubahan hormonal seperti
menopause atau kelainan seperti neuropati perifer, demam tinggi, Lyme disease,
dll.
Halusinasi Gustatorik
Halusinasi
tipe ini meruapkan persepsi adanya rasa tanpa stimulus. Halusinasi ini biasanya
bersifat tidak nyaman dan umum terjadi pada pasien dengan epilepsi fokal
terutama epilepsi lobus temporal. Regio otak yang bertanggungjawab pada
halusinasi gustatorik adalah daerah insula dan bagian atas dari fisura Sylvian.
Halusinasi Hipnagogik dan Hipnopompik
Halusinasi
ini merupakan halusinasi yang sangat umum terjadi biasanya berupa halusinasi
visual yang terjadi pada momen akan tidur atau transisi dari tidur menjadi
bangun. Halusinasi ini dapat terjadi pada orang normal dan juga merupakan
karakteristik dari orang yang mengalami narcolepsy. Pada kehilangan yang akut,
lebih dari 50% pasangan melaporkan adanya halusinasi suara maupun kehadiran
dari pasangan yang telah meninggal dan pada amputasi, halusinasi bayangan
ekstremitas umum terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan
& Sadock’s comphrehensive textbook of psychiatry 9th ed.
Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
2. Pomerantz JR. Encyclopedia of
cognitive science vol 3. London : Nature Publishing Group; 2003. p. 527-537.
3. Bernstein DA. Essentials of
psychology. Cengage Learning; 2010. p. 123-124.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar